Bentuk dan Sistem Pengungkap Tingkat Tutur Bahasa Jepang
Abstract
Tuturan dalam bahasa Jepang memiliki tingkatan berbahasa yang membedakan antara bahasa hormat dan nonhormat atau bahasa biasa. Penggunaan bahasa ini harus memperhitungkan posisi masing-masing pelaku tuturan. Masing-masing tingkatan bahasa ini memiliki penanda kebahasaan dan nonkebahasaan. Penanda kebahasaan terkait dengan pemilihan kata berdasarkan leksikal, morfologi, dan sintaksis. Penanda bahasa tersebut dituturkan dengan memperhatikan faktor faktor sosial yang meliputi; posisi sosial para pelaku tuturan, faktor kedekatan, perbedaan usia, lokasi atau tempat terjadinya tuturan, dan topik tuturan. Berdasarkan kajian teori mengenai tingkat tutur bahasa Jepang, dapat disimpulkan bahwa salah satu hal yang dapat membedakan penggunaan tingkat tutur bahasa Jepang adalah ihwal penggunaan kata-kata dalam kalimat (baik secara leksikal, sintaksis dan bentuk bentuk morfologis kata-kata tersebut). Penggunaan secara leksikal adalah kata-kata atau kosakata yang digunakan dalam kalimat dengan arti tertentu tanpa ada perubahan secara morfologis. Penggunaan secara sintaksis adalah mengenai posisi kata dalam sebuah kalimat, sedangkan secara morfologis adalah kata-kata yang digunakan dalam kalimat dengan perubahan bentuk mengikuti pola tertentu.
References
Bunkachou. (1985). Kotoba Shiriizu – Keigo. Tokyo: Okurashou Insatsukyoku.
Bunkachou. (2006). Heisei 17 Nendo- Kokugo ni kansuru Seronshousa-Nihonjin no Keigo Ishiki. Tokyo: Dokuritsukofukojin.
David, O. (2009). The Sociolinguistics of Addressee Honorifics (Teineigo) Style Mixing in Japanese Semi-Formal Interviews. Dissertation submitted for degree of master of science in modern Japanese studies. Oxford: Nissan Institute of Japanese Studies
Dittmar, N. (1976). Sociolinguistics. London: Edwar Arnold.
Dwiraharjo, M. (1997). Fungsi dan Bentuk Krama Dalam Masyarakat Tutur Jawa Studi Kasus di Kotamadya Surakarta. Disertasi. Yogyakarta: UGM.
Fasold, R. (1984) The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell.
Geertz, H. (1961). The Javanese Family. Free Press.
Gumperz, J. J. (1982). Language and Social Identity. London: Cambridege University Press.
Hymes, D., ed. (1973). Foundations in Sociolinguistics An Ethnographics Approach. Philadelpia: University of Pennsylvania Press.
Ivana, A. et al. (2007). Honorification in the Nominal Domain in Japanese: An Agreement Based Analysis. Journal East Asian Linguist. 16:171-191.
Izumi, W. (2011). Shokyuu Nihongo Gakushuu no tameno Taiguu Komyunikeeshon Kyouiku.Tokyo: 3A Corporation.
Kabaya , H. et al. (2009). Keigo Hyougen. Tokyo: Taishukan.
Kaneko, H. (2010). Nihongo Keigo Toreeningu. Tokyo: PT Ask.
Rahayu, E.T. (2012). Kesalahan Penggunaan Keigo. Nihongo. Journal: Bandung. (sic!).
Rahayu, E.T. (2013). Sistem dan Bentuk Tingkat Tutur Bahasa Jepang dalam Domain Perkantoran. Disertation. Surakarta: UNS.
Sartini, N.W. (2009). Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, dan Paribasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, 5 (1), 1-65.
Suwito. (1987). Berbahasa dalam Situasi Diglosik: Kajian tentang Pemilihan dan Pemilahan Bahasa dalam Masyarakat Tutur Jawa di Tiga Kelurahan Kotamadya Surakarta. Disertation. Jakarta: UI.